TENTANG PERUBAHAN UU 07 TAHUN 1992 KE UU 10 1998
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG
PERBANKAN
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998
NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG
PERBANKAN
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998
1. UNDANG-UNDANG NO.7 TAHUN 1992 Menimbang :
a. bahwa untuk memelihara kesinambungan pelaksanaan pembangunan
nasional guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, pelaksanaan pembangunan ekonomi yang
berasaskan kekeluargaan harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan, dan
keseimbangan unsur-unsur Trilogi Pembangunan;
b. bahwa perbankan yang
berasaskan demokrasi ekonomi dengan fungsi utamanya sebagai penghimpun dan
penyalur dana masyarakat, memiliki peranan yang strategis untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional, dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional,
ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak;
c. bahwa perkembangan
perekonomian nasional maupun internasional yang senantiasa bergerak cepat
disertai dengan tantangan-tantangan yang semakin luas, harus selalu diikuti
secara tanggap oleh perbankan nasional dalam menjalankan fungsi dan tanggung
jawabnya kepada masyarakat;
d. bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokokpokok
Perbankan dan beberapa undang-undang di bidang perbankan lainnya yang berlaku
sampai saat ini, sudah tidak dapat mengikuti perkembangan perekonomian nasional
maupun internasional;
e. bahwa untuk mencapai maksud di atas, perlu disusun undangundang
baru tentang perbankan.
2 Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal
20 ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962 tentang Perusahaan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2387);
3. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok
Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2832);
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral
(Lembaran Negara Tahun 1968 Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2865);
5. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk
Usaha Negara (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 2890) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2904)
UU yang dirubah dan di hapus
PASAL 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan :
1. Perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya;
2. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan
atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak;
3. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
konvensional dan atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
4. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran;
5. Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada
bank
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
berdasarkan perjanjian penyimpanan dana dalam bentuk giro, deposito, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu;
6. Giro adalah simpanan yang penarikannya dapat dilakukan setiap
saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya,
atau dengan pemindah bukuan;
7. Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian Nasabah Penyimpan dengan
bank;
8. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan;
8. Sertifikat Deposito adalah simpanan dalam bentuk deposito yang sertifikat bukti penyimpanannya dapat dipindahtangankan;
9. Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik
dengan cek, bilyetgiro,dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu;
10. Surat Berharga adalah surat pengakuan utang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatifnya, atau kepentingan lain, atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar modal dan pasar uang;
11. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersama-kan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga;
12. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil;
13. Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum
Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan
usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain
pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan
prinsip penyertaan modal (musharakah),prinsip jual beli barang dengan
memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan
prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan
pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain
(ijarah wa iqtina);
14. Penitipan adalah penyimpanan harta berdasarkan perjanjian atau
kontrak antara Bank Umum dan penitip, dengan ketentuan Bank Umum yang bersangkutan
tidak mempunyai hak kepemilikan atas harta tersebut;
15. Wali Amanat adalah kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh
Bank Umum untuk mewakili kepentingan pemegang surat berharga berdasarkan
perjanjian antara Bank Umum dengan emiten surat berharga yang bersangkutan;
16. Nasabah adalah pihak yang menggunakan jasa bank;
17. Nasabah Penyimpan adalah nasabah yang menempatkan dananya di
bank dalam bentuk simpanan berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;
18. Nasabah Debitur adalah nasabah yang memperoleh fasilitas
kredit atau
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;6
19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana kantor cabang tersebut melakukan usahanya;
20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku;
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah atau yang dipersamakan dengan itu berdasarkan perjanjian bank dengan nasabah yang bersangkutan;6
19. Kantor Cabang adalah kantor bank yang secara langsung bertanggung jawab kepada kantor pusat bank yang bersangkutan, dengan alamat tempat usaha yang jelas dimana kantor cabang tersebut melakukan usahanya;
20. Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang berlaku;
21. Pimpinan Bank Indonesia adalah pimpinan sebagaimana dimaksud
dalam undang-undang yang berlaku;
22. Pihak Terafiliasi adalah:
a. anggota Dewan Komisaris, pengawas, Direksi atau kuasanya,
pejabat, atau karyawan bank;
b. anggota pengurus, pengawas, pengelola atau kuasanya, pejabat,
atau
karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
karyawan bank, khusus bagi bank yang berbentuk hukum koperasi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. pihak yang memberikan jasanya kepada bank, antara lain akuntan
publik, penilai, konsultan hukum dan konsultan lainnya;
d. pihak yang menurut penilaian Bank Indonesia turut serta
mempengaruhi pengelolaan bank, antara lain pemegang saham dan keluarganya, keluarga
Komisaris, keluarga pengawas, keluarga Direksi, keluarga pengurus;
23. Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan Nasabah Debitur
kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah;
24. Lembaga Penjamin Simpanan adalah badan hukum yang
menyelenggarakan kegiatan penjaminan atas simpanan Nasabah Penyimpan melalui
skim asuransi, dana penyangga, atau skim lainnya;
25. Merger adalah penggabungan dari dua bank atau lebih, dengan
cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu bank dan membubarkan bank-bank lainnya
dengan atau tanpa melikuidasi;
26. Konsolidasi adalah penggabungan dari dua bank atau lebih,
dengan cara mendirikan bank baru dan membubarkan bank-bank tersebut dengan atau
tanpa melikuidasi;
27. Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu bank;
28. Rahasia Bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan
keterangan
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya.
PASAL 6
USAHA BANK UMUM
k. dihapus
m. menyediakan
pembiayaan dan atau melakukan kegiatan lain berdasarkan Prinsip
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
PASAL 7
c. melakukan kegiatan penyertaan modal sementara untuk
mengatasi akibat
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
kegagalan kredit atau kegagalan pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya, dengan memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia;
PASAL 8
(1) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang
mendalam atas iktikad
dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur untuk melunasi utangnya
atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.
(2) Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman
perkreditan dan
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PASAL 11
(1) Bank Indonesia
menetapkan ketentuan mengenai batas maksimum pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah,
pemberian jaminan, penempatan investasi surat berharga atau hal lain
yang serupa, yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam atau
sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan
dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.
(3) Bank Indonesia menetapkan ketentuan mengenai batas
maksimum pemberian kredit
atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, pemberian jaminan, penempatan
investasi surat berharga, atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan
oleh bank kepada:
a. pemegang saham yang memiliki 10 % (sepuluh
perseratus) atau lebih dari
modal disetor bank;
modal disetor bank;
b. anggota Dewan
Komisaris;
` c.
anggota Direksi;
d. keluarga dari pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf
a, huruf b, dan huruf
c;
e. pejabat bank lainnya;
f. perusahaan-perusahaan yang di dalamnya terdapat
kepentingan dari pihakpihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf
c, huruf d, dan huruf
e.
(4A) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah, bank dilarang melampaui batas maksimum pemberian kredit atau
pembiayaan
berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4).
berdasarkan Prinsip Syariah sebagaimana diatur dalam ayat (1), ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4).
PASAL 12
(1) Untuk menunjang pelaksanaan program peningkatan
taraf hidup rakyat banyak melalui
pemberdayaan koperasi, usaha kecil dan menengah, Pemerintah bersama Bank
Indonesia dapat melakukan kerjasama dengan Bank Umum.
(2) Ketentuan mengenai kerjasama dengan Bank Umum
sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL 12A
(1) Bank umum dapat membeli sebagian atau seluruh
agunan, baik melalui
pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan atau berdasarkan kuasa untuk menjual di luar lelang dari pemilik agunan dalam hal Nasabah Debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada bank, dengan ketentuan agunan yang dibeli tersebut wajib dicairkan secepatnya.
(2) Ketentuan mengenai tata cara pembelian agunan dan
pencairannya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
USAHA BANK PENGKREDITAN RAKYAT
PASAL 13
c. menyediakan pembiayaan dan penempatan dana
berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PERIZINAN
PASAL 16
(1) Setiap pihak yang
melakukan kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan wajib terlebih dahulu memperoleh
izin usaha sebagai Bank Umum atau Bank Perkreditan Rakyat dari Pimpinan
Bank Indonesia, kecuali apabila kegiatan menghimpun dana dari masyarakat
dimaksud diatur dengan undang-undang tersendiri.
(2) Untuk memperoleh izin usaha Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang:
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib dipenuhi persyaratan sekurangkurangnya tentang:
a. susunan organisasi dan kepengurusan;
b. permodalan;
c. kepemilikan;
d. keahlian di bidang Perbankan;
e. kelayakan rencana kerja (3) Persyaratan dan tata cara perizinan bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PASAL 17
Dihapus
PASAL 18
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Umum hanya dapat
dilakukan dengan izin
Pimpinan Bank Indonesia.
Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Pembukaan kantor cabang, kantor perwakilan, dan
jenis-jenis kantor lainnya di luar negeri dari Bank Umum hanya dapat dilakukan dengan izin
Pimpinan Bank Indonesia.
(3) Pembukaan kantor di bawah kantor cabang Bank Umum
wajib dilaporkan
terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
terlebih dahulu kepada Bank Indonesia.
(4) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank
Umum sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PASAL 19
(1) Pembukaan kantor cabang Bank Perkreditan Rakyat
hanya dapat dilakukan dengan
izin Pimpinan Bank Indonesia.
(2) Persyaratan dan tata cara pembukaan kantor Bank
Perkreditan Rakyat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PASAL 20
(1) Pembukaan kantor cabang,
kantor cabang pembantu, dan kantor perwakilan dari suatu bank yang berkedudukan di luar negeri, hanya
dapat dilakukan dengan izin Pimpinan Bank Indonesia.
BENTUK HUKUM
PASAL 21
(1) Bentuk hukum suatu Bank Umum dapat berupa:
a. Perseroan Terbatas;
b. Koperasi;
c. Perusahaan Daerah.
KEPEMILIKAN
PASAL 22
(1)
Bank Umum hanya dapat didirikan oleh:
a. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum
Indonesia; atau
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
b. Warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia dengan warga
negara asing dan atau badan hukum asing secara kemitraan.
(2) Ketentuan mengenai persyaratan pendirian yang wajib
dipenuhi pihak-pihak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PASAL 26
(1)
Bank Umum dapat melakukan emisi saham melalui bursa efek.
(2)
Warga negara Indonesia, warga negara asing, badan hukum Indonesia, dan atau
badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, secara langsung dan
atau melalui bursa efek.
badan hukum asing dapat membeli saham Bank Umum, secara langsung dan
atau melalui bursa efek.
(3)
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL
27
Perubahan kepemilikan bank wajib:
a.
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16
ayat (3), Pasal 22, Pasal
23, Pasal 24, Pasal 25, dan Pasal 26; dan
b.
dilaporkan kepada Bank Indonesia.
PASAL 28
(1) Merger, konsolidasi, dan
akuisisi wajib terlebih dahulu mendapat izin Pimpinan Bank Indonesia.
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
PASAL 29
(1) Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank
Indonesia.
(2) Bank wajib memelihara tingkat kesehatan bank sesuai
dengan ketentuan
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
kecukupan modal, kualitas aset, kualitas manajemen, likuiditas, rentabilitas,
solvabilitas, dan aspek lain yang berhubung-an dengan usaha bank, dan wajib
melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian.
(3) Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan
Prinsip Syariah dan melakukan
kegiatan usaha lainnya, bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan
bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepadabank.
(4) Untuk kepentingan nasabah, bank wajib menyediakan
informasi mengenai
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank.
kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank.
(5) Ketentuan yang wajib dipenuhi oleh bank sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), ayat
(3), dan ayat (4) ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PASAL 31
Bank Indonesia melakukan pemeriksaan terhadap Bank,
baik secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan.
PASAL 31A
Bank Indonesia dapat menugaskan Akuntan Publik untuk
dan atas nama Bank
Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
Indonesia melaksanakan pemeriksaan terhadap bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31.
PASAL 32
Dihapus
PASAL 33
(1) Laporan pemeriksaan bank sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 31 dan Pasal 31A
bersifat rahasia.
(2) Persyaratan dan tata cara pemeriksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 31 dan
Pasal 31A ditetapkan oleh Bank Indonesia.
PASAL 37
(1) Dalam hal suatu bank mengalami kesulitan yang
membahayakan kelangsungan usahanya,
Bank Indonesia dapat melakukan tindakan agar :
a. pemegang saham menambah modal;
b. pemegang saham mengganti Dewan Komisaris dan atau
Direksi bank;
c. bank menghapusbukukan kredit atau pembiayaan
berdasarkan Prinsip
Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
Syariah yang macet dan memperhitungkan kerugian bank dengan modalnya;
d. bank melakukan merger atau konsolidasi dengan bank
lain;
e. bank dijual kepada pembeli yang bersedia mengambil
alih seluruh kewajiban;
f. bank menyerahkan pengelolaan seluruh atau sebagian
kegiatan bank
kepada pihak lain;
kepada pihak lain;
g. bank menjual sebagian atau seluruh harta dan atau
kewajiban bank
kepada bank atau pihak lain.
kepada bank atau pihak lain.
(2) Apabila:
a. tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum
cukup untuk
mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan atau
mengatasi kesulitan yang dihadapi bank; dan atau
b. menurut penilaian Bank Indonesia keadaan suatu bank
dapat membahayakan
sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha
bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan
Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan
membentuk tim likuidasi.
sistem Perbankan, Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha
bank dan memerintahkan Direksi bank untuk segera menyelenggarakan
Rapat Umum Pemegang Saham guna membubarkan badan hukum bank dan
membentuk tim likuidasi.
(3) Dalam hal Direksi bank tidak menyelenggarakan Rapat
Umum Pemegang Saham sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2), Pimpinan Bank Indonesia meminta kepada
pengadilan untuk mengeluarkan penetapan yang berisi pembubaran badan
hukum bank, penunjukan tim likuidasi, dan perintah pelaksanaan likuidasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
PASAL 37A
(1) Apabila menurut penilaian Bank Indonesia terjadi
kesulitan Perbankan yang
membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia,
Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.
membahayakan perekonomian nasional, atas permintaan Bank Indonesia,
Pemerintah setelah berkonsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik
Indonesia dapat membentuk badan khusus yang bersifat sementara dalam rangka penyehatan Perbankan.
(2) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
melakukan program
penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank
Indonesia kepada badan dimaksud.
penyehatan terhadap bank-bank yang ditetapkan dan diserahkan oleh Bank
Indonesia kepada badan dimaksud.
(3) Dalam melaksanakan program penyehatan terhadap
bank-bank, badan khusus sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) mempunyai wewenang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 37 ayat (1) serta wewenang lain yaitu :
a. mengambil alih dan menjalankan segala hak dan
wewenang pemegang saham
termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
termasuk hak dan wewenang Rapat Umum Pemegang Saham;
b. mengambil alih dan melaksanakan segala hak dan
wewenang Direksi dan
Komisaris bank;
Komisaris bank;
c. menguasai, mengelola dan melakukan tindakan
kepemilikan atas kekayaan
milik atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada
pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
milik atau yang menjadi hak bank, termasuk kekayaan bank yang berada pada
pihak manapun, baik di dalam maupun di luar negeri;
d. meninjau ulang, membatalkan, mengakhiri, dan atau
mengubah kontrak yang
mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan
khusus merugikan bank ;
mengikat bank dengan pihak ketiga, yang menurut pertimbangan badan
khusus merugikan bank ;
e. menjual atau mengalihkan kekayaan bank, Direksi,
Komisaris, dan pemegang
saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung
maupun melalui penawaran umum;
saham tertentu di dalam negeri ataupun di luar negeri, baik secara langsung
maupun melalui penawaran umum;
f. menjual atau mengalihkan tagihan bank dan atau
menyerahkan
pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah
Debitur;
pengelolaannya kepada pihak lain, tanpa memerlukan persetujuan Nasabah
Debitur;
g. mengalihkan pengelolaan kekayaan dan atau manajemen
bank kepada pihak
lain;
lain;
h. melakukan penyertaan modal sementara pada bank,
secara langsung atau
melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada
bank;
melalui pengonversian tagihan badan khusus menjadi penyertaan modal pada
bank;
i. melakukan penagihan piutang bank yang sudah pasti
dengan penerbitan
Surat
Surat
Paksa;
j. melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang
menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan
bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
j. melakukan pengosongan atas tanah dan atau bangunan milik atau yang
menjadi hak bank yang dikuasai oleh pihak lain, baik sendiri maupun dengan
bantuan alat negara penegak hukum yang berwenang;
k. melakukan penelitian dan pemeriksaan untuk
memperoleh segala keterangan
yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan
pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui
kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
yang diperlukan dari dan mengenai bank dalam program penyehatan, dan
pihak manapun yang terlibat atau patut diduga terlibat, atau mengetahui
kegiatan yang merugikan bank dalam program penyehatan tersebut;
l. menghitung dan menetapkan kerugian yang dialami bank
dalam program
penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang
bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian
tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan;
penyehatan dan membebankan kerugian tersebut kepada modal bank yang
bersangkutan, dan bilamana kerugian tersebut terjadi karena kesalahan atau
kelalaian Direksi, Komisaris, dan atau pemegang saham, maka kerugian
tersebut akan dibebankan kepada yang bersangkutan;
m. menetapkan jumlah tambahan modal yang wajib disetor
oleh pemegang
saham bank dalam program penyehatan;
saham bank dalam program penyehatan;
n. melakukan tindakan lain yang diperlukan untuk menunjang
pelaksanaan
wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
wewenang sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf m.
(4) Tindakan penyehatan Perbankan oleh badan khusus
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (3) adalah sah berdasarkan undang-undang ini.
dalam ayat (3) adalah sah berdasarkan undang-undang ini.
(5) Atas permintaan badan khusus sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), bank
dalam program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan bukubuku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
dalam program penyehatan wajib memberikan segala keterangan dan penjelasan mengenai usahanya termasuk memberikan kesempatan bagi pemeriksaan bukubuku dan berkas yang ada padanya, dan wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh keterangan, dokumen, dan penjelasan yang diperoleh bank dimaksud.
(6) Pihak-pihak sebagaimana dimaksud dalam ayat (3)
huruf k wajib memberikan keterangan
dan penjelasan yang diminta oleh badan khusus.
(7) Badan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
wajib menyampaikan
laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan.
laporan kegiatan kepada Menteri Keuangan.
(8) Apabila menurut penilaian Pemerintah, badan khusus
telah menyelesaikan
tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
tugasnya, Pemerintah menyatakan berakhirnya badan khusus tersebut.
(9) Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Pasal
ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
PASAL 37B
(1) Setiap bank wajib menjamin dana masyarakat yang
disimpan pada bank yang bersangkutan.
(2) Untuk menjamin simpanan masyarakat pada bank
sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dibentuk Lembaga Penjamin Simpanan.
(3) Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) berbentuk badan
hukum Indonesia.
(4) Ketentuan mengenai penjaminan dana masyarakat dan
Lembaga Penjamin
Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Simpanan, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
RAHASIA BANK
PASAL 40
(1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah
Penyimpan dan
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal
41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal
41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A.
(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berlaku pula bagi Pihak
Terafiliasi.
Terafiliasi.
PASAL 41
(1) Untuk kepentingan
perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan bukti-bukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan Nasabah Penyimpan tertentu kepada pejabat pajak.
PASAL 41A
(1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah
diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara,
Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan
Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh
keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
secara tertulis atas
permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
harus menyebutkan nama dan jabatan
pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/ Panitia Urusan
Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan, dan alasan
diperlukannya keterangan.
Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan, dan alasan
diperlukannya keterangan.
PASAL 42
(1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana,
Pimpinan Bank Indonesia dapat
memberikan izin kepada polisi, jaksa, atau hakim untuk memperoleh keterangan
dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank.
(2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan
secara tertulis atas
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung,
atau Ketua Mahkamah Agung.
permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa Agung,
atau Ketua Mahkamah Agung.
(3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
harus menyebutkan nama danjabatan polisi, jaksa, atau hakim, nama tersangka
atau terdakwa, alasan
diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan
dengan keterangan yang diperlukan.
diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan
dengan keterangan yang diperlukan.
PASAL 42A
Bank wajib memberikan keterangan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41, Pasal 41A,
dan Pasal 42.
PASAL 44A
(1) Atas permintaan,
persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan
mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada
pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut.
(2) Dalam hal Nasabah
Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh
keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut.
KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF
PASAL 46
(1) Barang siapa menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar
rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar
rupiah).
PASAL 47
(1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau
izin dari Pimpinan Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42,
dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, dan Pasal 42,
dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan
keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau
Pihak Terafiliasi lainnya yang
dengan sengaja memberikan keterangan yang wajib dirahasiakan menurut Pasal
40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling
lama 4 (empat) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00 (empat
miliar rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).
PASAL 47A
Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank
yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42A dan
Pasal 44A, diancam dengan pidana penjara sekurang kurangnya 2 (dua) tahun dan
paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp4.000.000.000,00
(empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp15.000.000.000,00 (lima belas
miliar rupiah).
PASAL 48
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank
yang dengan sengaja tidak memberikan
keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat
(1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana
penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun
serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan
paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank
yang lalai memberikan keterangan
yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan
ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana kurungan
sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau
denda sekurang-kurangnya Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling
banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
PASAL 49
(1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank
yang dengan sengaja :
a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu
dalam pembukuan
atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank;
atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha,
laporan transaksi atau rekening suatu bank;
b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan
tidak
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun
dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun
dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau
rekening suatu bank;
c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus,
atau
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam
laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan
transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah,
mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan
pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
(2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi atau pegawai bank
yang dengan sengaja:
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga,
untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam
rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam
memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau
dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel,
surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun
dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan
penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;
a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga,
untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam
rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam
memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau
dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel,
surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun
dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan
penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank;
b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan
untuk memastikan
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling
lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
ketaatan bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan
peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank,
diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling
lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar
rupiah).
PASAL 50
Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak
melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan
dalam Undangundang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi
bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp100.000.000.000,00
(seratus miliar rupiah).
PASAL 50A
Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan
Komisaris, Direksi, atau pegawai
bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank
tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan
bank terhadap ketentuan dalam undang-undang ini dan ketentuan perundang-undangan
lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara
sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta
denda sekurang-kurangnya Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling
banyak Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah).
PASAL 51
(1) Tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46, Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48 ayat (1), Pasal 49, Pasal 50, dan Pasal 50A
adalah kejahatan.
PASAL 52
(1) Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47, Pasal 47A, Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50A, Bank
Indonesia dapat
menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
menetapkan sanksi administratif kepada bank yang tidak memenuhi
kewajibannya sebagaimana ditentukan dalam undang-undang ini, atau Pimpinan Bank Indonesia dapat mencabut izin usaha bank yang bersangkutan.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), antara lain adalah:
a. denda uang;
a. denda uang;
b. teguran tertulis;
c. penurunan tingkat kesehatan bank;
d. larangan untuk turut serta dalam kegiatan kliring;
e. pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor
cabang tertentu
maupun untuk bank secara keseluruhan;
maupun untuk bank secara keseluruhan;
f. pemberhentian pengurus bank dan selanjutnya menunjuk
dan mengangkat
pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat
Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank
Indonesia;
pengganti sementara sampai Rapat Umum Pemegang Saham atau Rapat
Anggota Koperasi mengangkat pengganti yang tetap dengan persetujuan Bank
Indonesia;
g. pencantuman anggota pengurus, pegawai bank, pemegang
saham dalam
daftar orang tercela di bidang Perbankan.
daftar orang tercela di bidang Perbankan.
(3) Pelaksanaan lebih lanjut mengenai sanksi
administratif ditetapkan oleh Bank
Indonesia.
Indonesia.
KETENTUAN
PERALIHAN
PASAL 55
Bank yang telah memiliki izin usaha pada saat
undang-undang ini mulai berlaku, dinyatakan telah memperoleh izin usaha berdasarkan
undang-undang ini.
PASAL 59A
Badan khusus yang melakukan tugas penyehatan Perbankan
yang telah ada sebelum berlakunya
undang-undang ini dinyatakan tetap berlaku.
KETENTUAN PENUTUP
PASAL 11
1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, Peraturan
tentang Usaha Perkreditan Yang
Diselenggarakan Oleh Kelurahan Di Daerah Kadipaten Paku Alaman (Rijksblaad
Dari Daerah Paku AlamanTahun 1937 Nomor 9), dinyatakan tidak berlaku.
2. Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG PERBANKAN
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1998
UMUM
ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992
TENTANG PERBANKAN
SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 10 TAHUN 1998
UMUM
Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini
merupakan upaya
pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus
senantiasa
memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur
pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan.
Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin
menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak kurang menguntungkan.
memperhatikan keserasian, keselarasan, dan keseimbangan berbagai unsur
pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan.
Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin
menyatu dengan ekonomi regional dan internasional yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak kurang menguntungkan.
Sementara itu, perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat
dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu, diperlukan
berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor
Perbankan sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkukuh
perekonomian nasional. Sektor Perbankan yang memiliki posisi strategis
sebagai lembaga intermediasi dan penunjang sistem pembayaran merupakan
faktor yang sangat menentukan dalam proses penyesuaian dimaksud.
Sehubungan dengan itu, diperlukan penyempurnaan terhadap sistem Perbankan nasional yang bukan hanya
mencakup upaya penyehatan
bank secara individual melainkan juga penyehatan sistem Perbankan secara
menyeluruh. Upaya penyehatan Perbankan nasional menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, bank-bank itu sendiri dan masyarakat pengguna jasa Bank.
bank secara individual melainkan juga penyehatan sistem Perbankan secara
menyeluruh. Upaya penyehatan Perbankan nasional menjadi tanggung jawab
bersama antara Pemerintah, bank-bank itu sendiri dan masyarakat pengguna jasa Bank.
Adanya tanggung jawab bersama tersebut dapat membantu
memelihara tingkat
kesehatan Perbankan nasional sehingga dapat berperan secara maksimal dalam
perekonomian nasional. Agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif, kewenangan dan tanggung jawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada Menteri Keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak
mematuhi peraturan perbankan yang berlaku.
kesehatan Perbankan nasional sehingga dapat berperan secara maksimal dalam
perekonomian nasional. Agar pembinaan dan pengawasan bank dapat terlaksana secara efektif, kewenangan dan tanggung jawab mengenai perizinan bank, yang semula berada pada Menteri Keuangan, menjadi berada pada Pimpinan Bank Indonesia sehingga Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab yang utuh untuk menetapkan perizinan, pembinaan dan pengawasan bank serta pengenaan sanksi terhadap bank yang tidak
mematuhi peraturan perbankan yang berlaku.
Dengan demikian, Bank Indonesia memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk
menilai dan memutuskan kelayakan pendirian suatu bank dan atau pembukaan
kantor bank. Prinsip kehati-hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan
mengenai kegiatan usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan
dengan penyaluran dana, termasuk di dalamnya peningkatan peranan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan berskala besar dan
atau berisiko tinggi.
Peranan Perbankan nasional perlu ditingkatkan sesuai
dengan fungsinya dalam
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan
pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil, dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional.
menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dengan lebih memperhatikan
pembiayaan kegiatan sektor perekonomian nasional dengan prioritas kepada koperasi, pengusaha kecil, dan menengah, serta berbagai lapisan masyarakat tanpa diskriminasi sehingga akan memperkuat struktur perekonomian nasional.
Demikian pula bank perlu memberikan perhatian yang lebih besar dalam meningkatkan
kinerja perekonomian di wilayah operasi tiap-tiap kantor.
Sementara itu, peranan bank yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah perlu ditingkatkan untuk menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Sementara itu, peranan bank yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah perlu ditingkatkan untuk menampung aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Oleh karena itu, Undang-undang ini memberikan
kesempatan yang
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendirikan bank yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk pemberian kesempatan kepada Bank Umum untuk membuka kantor cabangnya yang khusus melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
seluas-luasnya bagi masyarakat untuk mendirikan bank yang menyelenggarakan kegiatan usaha berdasarkan Prinsip Syariah, termasuk pemberian kesempatan kepada Bank Umum untuk membuka kantor cabangnya yang khusus melakukan kegiatan berdasarkan Prinsip Syariah.
Dalam rangka meningkatkan fungsi kontrol sosial terhadap
lembaga Perbankan, ketentuan
mengenai Rahasia Bank yang selama ini sangat tertutup harus ditinjau ulang.
Rahasia Bank dimaksud merupakan salah satu unsur yang harus dimiliki oleh setiap
bank sebagai lembaga kepercayaan masyarakat yang mengelola dana masyarakat,
tetapi tidak seluruh aspek yang ditatausahakan bank merupakan hal-hal yang
dirahasiakan. Untuk menunjang kinerja Perbankan nasional diperlukan
lembaga penunjang, baik
yang dimaksudkan untuk sementara waktu dalam rangka mengatasi persoalan
Perbankan yang dihadapi dewasa ini maupun yang sifatnya lebih permanen seperti Lembaga Penjamin Simpanan.
yang dimaksudkan untuk sementara waktu dalam rangka mengatasi persoalan
Perbankan yang dihadapi dewasa ini maupun yang sifatnya lebih permanen seperti Lembaga Penjamin Simpanan.
Guna memperkuat lembaga Perbankan sebagai
lembaga kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan mengenai tanggung jawab pemegang saham yang dengan sengaja menyebabkan tidak ditaatinya ketentuan Perbankan dengan dikenai ancaman sanksi pidana yang berat.
Sejalan dengan perkembangan tersebut di atas, dengan adanya komitmen Indonesia dalam berbagai forum internasional seperti World Trade Organization (WTO), AsiaPacific Economic Cooperation (APEC), dan Association of South East Asian Nations (ASEAN) diperlukan berbagai penyesuaian dalam peraturan Perbankan nasional termasuk pembukaan akses pasar dan perlakuan non diskriminatif terhadap pihak asing.
lembaga kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan mengenai tanggung jawab pemegang saham yang dengan sengaja menyebabkan tidak ditaatinya ketentuan Perbankan dengan dikenai ancaman sanksi pidana yang berat.
Sejalan dengan perkembangan tersebut di atas, dengan adanya komitmen Indonesia dalam berbagai forum internasional seperti World Trade Organization (WTO), AsiaPacific Economic Cooperation (APEC), dan Association of South East Asian Nations (ASEAN) diperlukan berbagai penyesuaian dalam peraturan Perbankan nasional termasuk pembukaan akses pasar dan perlakuan non diskriminatif terhadap pihak asing.
Upaya liberalisasi di bidang Perbankan dilakukan
sedemikian rupa sehingga
dapat sekaligus meningkatkan kinerja Perbankan nasional. Oleh karena itu, perlu diberikan kesempatan yang lebih besar kepada pihak asing untuk berperan serta dalam memiliki bank nasional sehingga tetap terjadi kemitraan dengan pihak nasional.
dapat sekaligus meningkatkan kinerja Perbankan nasional. Oleh karena itu, perlu diberikan kesempatan yang lebih besar kepada pihak asing untuk berperan serta dalam memiliki bank nasional sehingga tetap terjadi kemitraan dengan pihak nasional.
Dalam hubungan ini, perlu diperhatikan pula peraturan
perundang-undangan yang berkaitan
dengan Undang-undang ini, antara lain Undang-undang Nomor 5 Tahun 1962
tentang Perusahaan Daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian,
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
World Trade Organization, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal,
Undang-undang Nomor 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, dan Undangundang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Bendabenda Yang Berkaitan
Dengan Tanah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar